Selasa, 17 Mei 2011

Diposting oleh khoirul anwar | 0 komentar

makalah mawaris


BAB I
PENDAHULUAN

A. Rumusan masalah

Hukum kewarisan islam pada dasarnya berlaku untuk umat islam dimana saja di dunia ini. Sungguhpun demikian, corak suatu negara islam dan kehidupan masyarakat di negara atau daerah tersebut pengaruh atas hukum kewarisan di daerah. Pengaruh itu adalah pengaruh terbatas yang tidak dapat melampaui garis pokok-garis pokok dari ketentuan hukum kewarisan islam tersebut. Namun pengaruh tadi dapat terjadi pada bagian-bagian yang berasal dari ijtihad atau pendapat ahli-ahli hukum islam sendiri

B. rumusan masalah

1)      Apakah yang dimaksud dengan mawaris?
2)      Bagaimanakah ketentuan ahli waris dan hijab warisan?
3)      Bagaimanakah warisan dalam UU no. 7 tahun 1989?

C. Tujuan penulisan

1)      Untuk mengetahui maksud dari mawaris.
2)      Untuk mengetahui ketentuan ahli waris dan hijab warisan.
3)      Untuk mengetahui warisan dalam UU no. 7 tahun 1989.

 BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (موارث), yang merupakan mashdar (infinitif) dari kata : warasa – yarisu – irsan – mirasan. Maknanya menurut bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Sedangkan maknanya menurut istilah yang dikenal para ulama ialah, berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik yang legal secara syar’i.
Jadi yang dimaksudkan dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
Sedangkanm istilah Fiqih Mawaris dimaksudkan ilmu fiqih yang mempelajari siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak berhak menerima, serta bagian-bagian tertentu yang diterimanya.
Sedangkan Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan warisan sebagai berikut; soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Fiqih Mawaris juga disebut Ilmu Faraid, diambil dari lafazh faridhah, yang oleh ulama faradhiyun semakna dengan lafazh mafrudhah, yakni bagian yang telah dipastikan kadarnya. Jadi disebut dengan ilmu faraidh, karena dalam pembagian harta warisan telah ditentukan siapa-siapa yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak berhak, dan jumlah (kadarnya) yang akan diterima oleh ahli waris telah ditentukan

B. SUMBER HUKUM KEWARISAN

Hukum kewarisan bersumber pada al-Quran dan al-Hadis yang menjelaskan ketentuan hukum kewarisan.
1. Al-Quran
a. Surat an-Nisa’ ayat 7 :
Bagi laki-laki ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (An-Nisa’ : 7).
Menurut ayat kewarisan tersebut baik laki-laki maupun perempuan berhak mewarisi harta yang ditinggalkan ibu-bapa maupun kerabatnya. Hal tersebut menghapuskan tradisi yang berlaku pada masa jahiliyah, yang berhak menerima warisan hanya laki-laki yang dewasa saja.
b. Surat al-Ahzab ayat 6 :
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang muhajirin kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama), adalah yang demikian itu telah tertulis dalam kitab (Allah). (Al-Ahzab : 6).
Berdasarkan ayat tersebut, orang-orang yang mempunyai hubungan kekerabatan lebih berhak mewarisi harta seseorang yang meninggal dunia daripada orang lain. Tetapi tidak menutup kemungkinan, jika mau berbuat baik kepada orang lain (seagama) dengan melalui hibah atau wasiat.
Ayat-ayat lain yang berhubungan dengan kewarisan adalah
al-Baqarah 180, An-nisa’ 8,9,176 dan al-Anfal 75.
an-Nisa’ ayat 11 dan 12
2. Al-Hadis
a. Riwayat Bukhari dan Muslim.
Nabi SAW. bersabda; Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada orang-orang yang berhak, sesudah itu sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama (dekat kekerabatannya). (H.R. Bukhari dan Muslim).
b. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
Orang muslim tidak berhak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak berhak mewarisi orang muslim. (H.R. Bukhari dan Muslim).

UNSUR-UNSUR DAN SYARAT KEWARISAN

A. UNSUR KEWARISAN
Dalam kewarisan Islam terdapat tiga unsur (rukun), yaitu :
1. Maurus.
Maurus atau miras adalah harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang dan pelaksanaan wasiat. Dalam hal ini yang diamaksdukan hal tersebut adalah :
a. Kebendaan yan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan. Misalnya benda-benda tetap, benda-benda bergerak, piutang-piutang si mati, diyat wajibah (denda wajib) yang dibayarkan kepadanya.
b. Hak-hak kebendaan, seperti monopoli untuk mendayagunakan dan menarik hasil dari suatu jalan lalu lintas, sumber air minum, irigasi dan lain sebagainya.
c. Benda-benda yang bukan kebendaan, seperti hak khiyar dan hak syuf’ah, hak memanfaatkan barang yang diwasiatkan dan sebagainya.
d. Benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain, seperti benda yang sedang digadaikan, benda yang telah dibeli oleh si mati sewaktu masih hdup yang sudah dibayar tetapi barang belum diterima.
2. Muwaris.
Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan hartanya.
3. Waris.
Waris, adalah orang yang berhak mewarisi harta peninggalan muwaris karena mempunyai hubungan kekerabatan baik karena hubungan darah, hubungan sebab perkawinan atau akibat memerdekakan hamba sahaya.
B. SYARAT KEWARISAN
Adapun syarat-syarat terjadinya pembagian harta warisan dalam Islam adalah ;
1. Matinya muwaris.
Kematian muwaris dibedakan kepada tiga macam yaitu :
a. Mati haqiqy.
Mati haqiqy, ialah kematian seseorang yang dapat disaksikan oleh panca indra dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian.
b. Mati hukmy.
Mati hukmy, ialah suatu kematian disebabkan adanya vonis hakim. Misalnya orang yang tidak diketahui kabar beritanya, tidak diketahui domisilinya, maka terhadap orang yang sedemikian hakim dapat memvonis telah mati. Dalam hal ini harus terlebih dahulu mengupayakan pencarian informasi keberadaannya secara maksimal.
c. Mati taqdiry (menurut dugaan).
Mati taqdiry, yaitu orang yang dinyatakan mati berdasarkan dugaan yang kuat. Semisal orang yang tenggelam dalam sungai dan tidak diketem,ukan jasadnya, maka orang tersebut berdasarkan dugaan kuat dinyatakan telah mati. Contoh lain, orang yang pergi kemedan peperangan, yang secara lahiriyah mengancam jiwanya. Setelah sekian tahun tidak diketahui kabar beritanya, maka dapat melahirkan dugaan kuat bahwa ia telah meninggal.
2. Hidupnya waris.
Dalam hal ini, para ahli waris yang benar-benar hiduplah disaat kematian muwaris, berhak mendapatkan harta peninggalan. Berkaiatan dengan bayi yang masih berada dalam kandungan akan dibahas secara khusus.
3. Tidak adanya penghalang-penghalang mewarisi.
Tidak ada penghalang kewariosan, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hal-hal yang menjad penghalang kewarisan.

C. SEBAB-SEBAB ADANYA KEWARISAN MENURUT ISLAM

Dalam kewarisan Islam, sebab-sebab adanya hak kewarisan ada tiga, yaitu; hubungan kekerabatan, hubungan perkawinan dan hubungan karena sebab al-wala’.
a. HUBUNGAN KEKERABATAN
Dasar hukum kekerabatan sebagai ketentuan adanya hak kewarisan adalah firman Allah :
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (Q.S. An-Nisa’ : 7).
Demikian pula dalam surat al-Anfal ayat 75 : …Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) didalam kitab Allah. (Q.S. Al-Anfal : 75).
b. HUBUNGAN PERKAWINAN
Hubungan perkawinan yang menyebabkan terjadinya saling mewarisi adalah perkawinan yang sah, yaitu perkawinan yang syarat dan rukunnya terpenuhi. Dalam hal ini, terpenuhinya rukun dan syarat secara agama. Tentang syarat administrative masih terdapat perbedaan pendapat. Hukum perkawinan di Indonesia, memberikan kelonggaran dalam hal ini. Yang menjadi ukuran sah atau tidaknya perkawinan bukan secara administrasi (hukum positif, Pen.) tetapi ketentuan agama.
c. HUBUNGAN KARENA SEBAB AL-WALA’
Wala’ dalam pengertian syariat adalah ;
1) Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena membebaskan (memberi hak emansipasi) budak.
2) Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena adanya perjanjian tolong menolong dan sumpah setia antara seseorang dengan seseorang yang lain.

D. SEBAB-SEBAB YANG MENJADI PENGHALANG KEWARISAN

Hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang terhalang untuk mewarisi
(
موانع الارث ) ada tiga macam, yaitu : (Perbudakan, Pembunuhan, Berlainan
a. PERBUDAKAN
Perbudakan menjadi penghalang untuk mewarisi berdasarkan adanya petunjuk umum yang menyatakan budak tidak memiliki kecakapan melakukan perbuatan hukum. Hal ini berdasarkan surat al-Anfal ayat 75 :
Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesutupun…(Q.S. Al-Anfal : 75).
Mafhum ayat tersebut menjelaskan bahwa budak itu tidak cakap untuk mengurusi hak milik kebendaan dengan jalan apa saja. Hak-hak kebendaannya sepenuhnya berada ditangan tuannya. Dan status kekerabatan dengan keluarganya sudah putus. Sebagaimana dinyatakan oleh Drs. Fatchur Rahman, bahwa budak tidak dapat mewarisi karena :
a. Ia dipandang tidak cakap mengurusi harta milik;
b. Status kekeluargaannya terhadap kerabat-kerabatnya sudah putus dan karenanya ia sudah menjadi keluarga asing (bukan keluarganya).
Menurut Ali Ahmad Al-Juejawy, budak itu tidak dapat mewarisi harta peninggalan tuannya bila tuannya meninggal, disebabkan budak itu sendiri berstatus sebagai harta milik bagi tuannya.
b. PEMBUNUHAN
Pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap al-muwarris menyebabkannya tidak dapat mewarisi hartanya. Demikian kesepakatan mayoritas (jumhur) ulama. Hal tersebut merupakan hal yang cukup beralasan, karena tidak menutup kemungkinan untuk menguasai harta seseorang membunuh orang lain. Karena motivasi yang tidak baik tersebut, maka terhadap orang yang membunuh tidak diperkenankan dan tidak berhak mewarisi harta peninggalannya.
c. BERLAINAN AGAMA
Terhadap orang yang berlainan agama, maka hal tersebut dalam Islam menjadi penghalang mewarisi. Semisal seorang muslim tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang beragama non Islam.
Adapun dasar hukumnya adalah hadis rasulullah SAW. : Orang Islam tidak mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi harta orang Islam.
Kemudian hadis riwayat Ashab Al-Sunan (Imam Abu daud, Al-Tirmizi, Al-Nasai, dan Ibnu majah) :
Tidak dapat saling mewarisi antara dua orang pemeluk agama yang berbeda.
Dalam hal ini nabi Muhammad SAW. ketika membagikan harta warisan paman beliau, Abu Thalib, orang yang cukup berjasa dalam perjuangan nabi SAW. yang meninggal sebelum masuk Islam, oleh nabi harta warisannya hanya dibagikan kepada anak-anaknya yang masih kafoir, yaitu, ‘Uqail dan Talib. Sedangkan terhadap anak-anaknya yang sudah masuk Islam, yaitu Ali dan Ja’far, tidak diberi bagian.

E. AHLI WARIS, HARTA YANG HARUS DIKELUARKAN, HAJIB DAN MAHJUB

1. AHLI WARIS
Ahli Waris ialah orang yang berhak menerima warisan, ditinjau jenisnya dapat dibagi dua, yaitu zawil furud dan ashobah.
Penggolongan ahli waris ahli waris ada dua jenis lelaki dan perempuan .
1. Ahli Waris lelaki terdiri dari.
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki sampai keatas dari garis anak laki-laki.
c. Ayah
d. Kakek sampai keatas garis ayah
e. Saudara laki-laki kandung
f. Saudara laki-laki seayah
g. Saudara laki-laki seibu
h. Anak laki-laki saudara kandung sampai kebawah.

i. Anak laki-laki saudara seayah sampai kebawah.
j. Paman kandung
k. Paman seayah
l. Anak paman kandung sampai kebawah.
m. Anak paman seayah sampai kebawah.
n. Suami
o. Laki-laki yang memerdekakan

2. Ahli Waris wanita terdiri dari
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan sampai kebawah dari anak laki-laki.
c. Ibu
d. Nenek sampai keatas dari garis ibu
e. Nenek sampai keatas dari garis ayah

f. Saudara perempuan kandung
g. Saudara perempuan seayah
h. Yang Saudara perempuan seibu.
i. Isteri
j. Wanita yang memerdekakan


Ditinjau dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul furudh dan Ashobah.
1. Ashabul furudh yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri dari
a. Yang dapat bagian ½ harta.
o Anak perempuan kalau sendiri
o Cucu perempuan kalau sendiri
o Saudara perempuan kandung kalau sendiri
o Saudara perempuan seayah kalau sendiri
o Suami
b. Yang mendapat bagian ¼ harta
o Suami dengan anak atau cucu
o Isteri atau beberapa kalau tidak ada (anak atau cucu)
c. Yang mendapat 1/8
o Isteri atau beberapa isteri dengan anak atau cucu.
d. Yang mendapat 2/3
o dua anak perempuan atau lebih
o dua cucu perempuan atau lebih
o dua saudara perempuan kandung atau lebih
o dua saudara perempuan seayah atau lebih
e. Yang mendapat 1/3
o Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs anak laki-laki, dua saudara kandung/seayah atau seibu.
o Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki atau perempuan
f. Yang mendapat 1/6
o Ibu bersama anak lk, cucu lk atau dua atau lebih saudara perempuan kandung atau perempuan seibu.
o Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan terus keatas
o Nenek garis ayah jika tidak ada ibu dan ayah terus keatas
o Satu atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki bersama satu anak perempuan kandung
o Satu atau lebih saudara perempuan seayah bersama satu saudara perempuan kandung.
o Ayah bersama anak lk atau cucu lk
o Kakek jika tidak ada ayah
o Saudara seibu satu orang, baik laki-laki atau perempuan.
2. Ahli waris ashobah yaitu para ahli waris tidak mendapat bagian tertentu tetapi mereka dapat menghabiskan bagian sisa ashhabul furud. Ashobah terbagi tiga jenis yaitu ashabah binafsihi, ashobah bighairi dan ashobah menghabiskan bagian tertentu
a. Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sndirinya. Tertib ashobah binafsihi sebagai berikut:
o Anak laki-laki
o Cucu laki-laki dari anak laki-laki terus kebawah
o Ayah
o Kakek dari garis ayah keatas
o Saudara laki-laki kandung
o Saudara laki-laki seayah
o Anak laki-laki saudara laki-laki kandung sampai kebawah

o Anak laki-laki saudara laki-laki seayah sampai kebawah
o Paman kandung
o Paman seayah
o Anak laki-laki paman kandung sampai kebawah
o Anak laki-laki paman seayah sampai kebawah
o Laki-laki yang memerdekakan yang meninggal

b. Ashobah dengan dengan saudaranya
o Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.
o Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
o Saudara perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah.
o Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.
c. Menghabiskan bagian tertentu
o Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih (2/3).
o Saudara perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah (2/3)
2. Harta yang harus dikeluarkan
Harta yang harus dikeluarkan sebelum dibagikan kepada ahli waris:
1. Biaya jenazah
2. Utang yang belum dibayar
3. Zakar yang belum dikeluarkan
4. Wasiat
3. Hajib dan mahjub
1. Nenek dari garis ibu gugur haknya karena adanya ibu.
2. Nenek dari garis ayah gugur haknya karena adanya ayah dan ibu
3. Saudara seibu gugur haknya baik laki-laki ataupun perempuan oleh:
a. anak kandung laki/perempuan
b. cucu baik laki-laki/perempuan dari garis laki-laki
c. bapak
d. kakek
4. Saudara seayah baik laki-laki/perempuan gugur haknya oleh :
a. ayah
b. anak laki-laki kandung
c. cucu laki-laki dari garis laki-laki
d. Saudara laki-laki kandung
5. Saudara laki-laki/perempuan kandung gugur haknya oleh:
a. anak laki-laki
b. cucu laki-laki dari garis anak laki-laki
c. ayah
6. Jika semua ahli waris itu laki-laki yang dapat bagian ialah.
a. suami
b. ayah
c. anak laki-laki
7. Jika semua ahli waris itu semuanya perempuan dan ada semua, maka yang dapat warisan ialah:
a. Isteri
b. Anak perempuan
c. Cucu perempuan
d. Ibu
e. Saudara perempuan kandung
8. Urutan pembagian antara saudara laki-laki kandung/ saudara laki-laki seayah sampai kebawah dan urutan paman kandung / paman seayah sampai kebawah.
a. Saudara laki-laki kandung menggugurkan saudara seayah( L/P )
b. Saudara laki-laki seayah menggugurkan anak lk saudara kandung
c. Anak laki-laki saudara kandung menggugurkan anak lk saudara seayah
d. Anak laki-laki saudara seayah menggugurkan cucu lk saudara kandung.
e. Cucu laki-laki saudara kandung menggugurkan cucu lk saudara seayah dts
f. Cucu laki-laki saudara seayah menggugurkan Paman kandung
g. Paman kandung menggugurkan paman seayah
h. Paman seayah menggugurkan anak laki-laki paman kandung
i. Anak laki-laki paman kandung menggugurkan anak lk paman seayah
j. Anaklaki-laki paman seayah menggugurkan cucu lk paman kandung
k. Cucu laki-laki paman kandung menggugurkan cucu lk paman seayah.
b. demikian seterusnya.

F. Warisan dalam UU No 7 Tahun 1989

Hukum waris dalam Islam ialah berasal dari wahyu Allah dan diperjelas oleh RasulNya. Hukum waris ini diciptakan untuk dilaksanakan secara wajib oleh seluruh umat Islam. Semenjak hukum itu diciptakan tidak pernah mengalami perubahan, karena perbuatan mengubah hukum Allah ialah dosa. Semenjak dsahulu sampai sekarang umat Islam senantiasa memegang teguh hukum waris yang diciptakan Allah yang bersumber pada kitab suci Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah.
Dalam Undang undang no 7 Tahun 1989, hukum waris itu dicamtumkan secara sistematis dalam 5 bab yang tersebar atas 37 fasal dengan perincian sebagai berikut:
Bab. I : Terdiri atas 1 pasal , ketentuan umum.
Bab. II : Terdiri atas 5 pasal, berisi tentang ahli waris
Bab. III. : Terdiri atas 16 pasal, berisi tentang besarnya bagian ahli waris
Bab. IV : Terdiri atas 2 pasal, berisi tentang aul dan rad.
Bab. V : Terdiri atas 13 pasal, berisi masalah wasiat
Demikianlah selayang pandang tentang Undang-Undang no 7 tahun 1989, Prinsipnya sama dengan hukum yang bersumber dengan Al-Qur’an dan Hadits.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Demikian materi makalah Fikih Mawaris dapat saya suguhkan, semoga dengan uraian sederhana ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya selaku penyusun dan para pembaca yang budiman pada umumnya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Agus Nadzar S.pd selaku Dosen mata kuliah Fikih Mawaris yang telah memberikan tugas makalah sehingga penyusun mendapat pengalaman dan pengetahuan baru mengenai ilmufiqih mawaris. Semoga dengan ini kita semua dapat meningkatkan kualitas ilmu kita scara maksimal sehingga kita menjadi hamba Alloh yang bermanfaat dengan injin-Nya.

Kritik dan saran

Tak ada gading yang tak retak, demikian pula pada diri penulis. Sekecil apapun kebenaran yang terkandung dalam makalah ini,semuanya bermula dari keridhoan Allah SWT. Dan segala kesa;lahan yang ada pada penulisan makalah ini, maka semua itu berasal dari diri penulis. Oleh karenanya sangat penulis harapkan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapaat memberikan manfaat terutama bagi diri penulis sendiri, dan memberikan manfaat pula bagi para pembaca . kepada semua pihak, atas perhatian dan kerja samanya penulis ucapkan banyak terima kasih.
Wallahu a’lam bisshowab
Wassalamualaikum Wr.Wb.

DAFTAR PUSTAKA


Thalib, sayuti, SH.1981. hukum kewarisan islam di indonesia. Jakarta :sinar
Abd Rohman Nur Karim http://anakmudagarut.blogspot.com/2008/10/fiqih-mawaris.html

0 komentar: